• Avatar : Reflection of Capitalism Spreading Method | Imperalism!



    Kemarin barusan nonton film di notebook kesayangan, film yang udah lama disimpen di harddisk dan baru kesempetan nonton, judulnya AVATAR. Awalnya pas liat skrinsut film agak sedikit bingung, kok ada 3D segala gabung sama real. Tapi setelah selesai nonton 160 menit, ada satu hal yang saya dapat: bisa jadi film ini termasuk film paling politis selama tahun ini.


    Dengan biaya sebesar US$400 juta, film ini ternyata tidak hanya memberikan sebuah efek 3D yang lumayan dan, tapi lebih dari itu, film ini berhasil melukiskan watak sekulerisme secara utuh yang diwakili oleh AS, dan politik luar negeri mereka yaitu imperialisme. Film ini juga dianggap sebagai “The Most Expensive Piece of Anti-American Propaganda Ever Made”. Film ini mencoba menggambarkan secara utuh, bahwa Kapitalisme sebagai sub-sistem yang paling menonjol dalam kapitalisme, adalah sebuah sistem yang bertahan dengan darah orang lain. Dan mencoba mengambil sudut pandang dari kenyataan yang sebenarnya, bukan dari sudut pandang yang selama ini memang dikuasai oleh AS dan sekutunya, selain itu isi dari film ini juga sarat kritikan atas kebijakan ‘War on Terror’, perang AS di Irak dan juga perilaku AS sebagai negeri yang sangat rusak.


    James Camerooon, sutradara Avatar dengan jelas menyampaikan bahwa film ini memiliki keterkaitan dalam program ‘War on Terror’ dan perang Irak dan Afghanistan dalam salah satu wawancaranya:


    “Kita telah mengambil keputusan yang mengorbankan ratusan bahkan ribuan nyawa penduduk Irak. Saya rasa orang-orang Amerika bahkan tidak tahu mengapa itu dilakukan. Jadi, film ini semata-mata untuk membuka mata anda.”

    “Kita mengetahui bagaimana rasanya untuk meluncurkan rudal. tetapi kita tidak tahu bagaimana rasanya bila rudal itu mendarat di tanah dan rumah mereka, bukan di Amerika. Saya pikir harus ada tanggungjawab moral bagi kita untuk mengetahuinya”



    Mengambil setting waktu pada tahun 2154, Avatar bercerita bagaimana kondisi bumi yang hancur karena perbuatan manusia, oleh karena itu sebuah perusahaan mengirimkan tentara AS ke suatu planet bernama Pandora, untuk mengambil Unobtanium, barang tambang yang bernilai $20.000.000/kg. Namun untuk mengeksploitasi unobtanium ini, perusahaan AS ini harus pertama-tama harus berurusan penduduk lokal yang tinggal di tempat itu.


    Disinilah kita mendapati kesamaan dengan dunia nyata dan bagaimana politik luar negeri AS bekerja, sebagai manifestasi daripada kapitalisme yang diemban AS. Rusaknya bumi bisa disamakan dengan rusaknya dan habisnya lingkungan di AS sehingga mereka harus mencari tempat lain untuk dieksploitasi, dan semua ini adalah ‘ulah’ para pemilik modal atau “corporatocracy” bila kita mau meminjam istilah John Perkins dalam “Confessions of Economic Hitman”.

    Unobtanium sendiri bisa diartikan sebagai minyak bumi ataupun kepentingan lainnya. Dan tentu saja penduduk lokal ini bisa kita artikan dengan kaum muslim yang selama ini menjadi sasaran dunia barat (baca: AS) dikarenakan kaya-nya tanah kaum muslimin. dan Pandora adalah tanah kaum muslim.


    Politik luar negeri suatu negara pasti akan terpancar dari ideologi yang diembannya, dan ideologi AS adalah kapitalisme dan metode penyebarannya adalah dengan imperialisme, dah hal ini sekaligus menjadi politik luar negeri AS. Dan berikut adalah kerangka politik luar negeri AS yang dapat kita lihat dalam film Avatar.



    Pertama. Bila AS menginginkan sumber daya di suatu daerah, maka pertama-tama AS akan menurunkan orang-orang dengan misi ‘persahabatan-kerjasama-bantuan’ dalam bidang pendidikan, budaya, supaya bangsa lokal menjadi berfikir seperti AS.



    Selfridge (Bos perusahaan gila duit) kepada Dr. Augustine (peneliti yang dimanfaatin):



    “Look you’re supposed to be winning the hearts and minds of the natives. Isn’t that the whole point of your little puppet show? If you walk like them, you talk like them they’ll trust you. We build them a school, teach them English!”

    “Perhatikan, kau seharusnya mengambil hati dan pikiran penduduk lokal. Bukankah itu inti daripada penyamaran kecilmu itu? Bila kau berjalan seperti mereka, bicara seperti mereka, mereka akan mempercayaimu. Kita bangunkan mereka sekolah, kita ajarkan bahasa Inggris!”


    Cara Amerika dan negara kapitalisnya selalu sama, menyembunyikan kejahatan mereka dengan topeng bala bantuan, pembebasan dari tirani, menginstall demokrasi, bangun sekolah, bantu pesantren. Pokoknya asal mereka terlihat ‘bersahabat’ dan membantu. Padahal tak ada pedagang yang datang dengan modal kosong. Penjarahan suatu negeri adalah tujuan mereka.


    Kedua. Bila cara ini tidak mampu, maka mereka akan mengirimkan pasukan infiltrasi dan intelijen untuk mengetahui bagaimana potensi, kekuatan, kelemahan, dan bagian-bagian penting pada penduduk lokal yang seterusnya akan dianalisis, siap-siap jikalau penduduk lokal tidak mau kerjasama. Info lebih lengkap boleh baca di “Confessions of Economic Hitman”nya John Perkins.



    Col. Quaritch (kayak Bush dan Obama, sama-sama gila perang) kepada Jake Sully (ceritanya dia jadi hero):



    “Look, Sully, I want you to learn this savages from the inside, I want you to gain their trust. I need to know how to force their cooperation or hammer them hard if they won’t”
    “Perhatikan, Sully, aku ingin kau pelajari orang-orang liar ini dari dalamnya, aku mau kau mendapat kepercayaan mereka. Aku perlu tahu bagaimana memaksa mereka agar mau bekerjasama atau menyerang mereka dengan keras bila mereka tidak mau bekerjasama”


    Selfridge kepada Jake Sully (pas mau infiltrasi dan ng-intelin penduduk lokal):



    “Killing the indigenous looks bad, but there’s one thing shareholders hate more than bad press; and that’s a bad quarterly statement. Look, I don’t make the rules. Find me a carrot to get them to move, or it’s going to have to be all stick.

    “Membunuh para pribumi memang terlihat jahat, namun ada yang lebih dibenci oleh para pemilik modal daripada berita jelek; dan itu adalah laporan keuangan 3 bulanan yang jelek. Lihat, bukan aku yang membuat aturannya. Carikan aku ‘wortel’ (suap) yang bisa membuat mereka hengkang dari tanah mereja, atau mereka tidak akan mendapatkan kecuali ‘tongkat’ (perang)


    Begitulah kenyataan yang selalu terjadi. Bangsa barat semenjak mengambil kapitalisme, telah menjadi bangsa pembunuh paling besar. Dalam bukunya ‘American Holocaust’, David Stannard menyampaikan ada 100.000.0000 penduduk pribumi Indian yang terbunuh agar Amerika bisa menguasai benua itu.


    Ini pun menegaskan politik Amerika “stick and carrot”. Sebagaimana pidato Bush Jr. pasca 9/11 “are you with us or against us?” – so you want stick or carrot, begitu kiranya.



    Ketiga. Nah, kalo penduduk lokal nggak mau menyerah dan tertipu oleh penjajahan politik dan budaya, maka akan dibuat opini negatif dan buruk serta mengerikan tentang bangsa lokal tersebut, lalu segera diturunkan serigala-serigala militer yang siap menghancurkan apapun yang seolah-olah untuk kepentingan yang lebih luas, seolah-olah militer itu adalah bagian yang baik dan sedang memerangi kejahatan, tapi sebenarnya untuk mendapatkan yang diinginkan oleh pemilik modal ‘corporatocracy’ tersebut.



    Jake Sully (mengomentari tindakan invasi militer):

    “This is how it’s done. When people are sitting on shit that you want, you make them your enemy. Then you’re justified in taking it!”

    “Beginilah sederhananya. Bila ada orang-orang yang duduk diatas benda yang kau inginkan, maka kau jadikan mereka sebagai musuh. Lalu dengannya kau membenarkan diri untuk meramoknya dari mereka!”


    Apa yang perlu dibuktikan kembali? Semua penentang Amerika dinamakan musuh, teroris, potensi teroris, atau radikal. Setiap wilayah yang ada didalamnya sumberdaya yang diinginkan Amerika, pasti akan ada konflik disana, dan Amerika bisa melenggang masuk atas nama “war on terrorism”


    Inilah politik amerika yang dipakai untuk seluruh kaum muslim di dunia. Bedanya, Irak, Afghanistan dan Palestina sudah sampai pada tahap ketiga, sedangkan Indonesia dan penduduknya masih tertipu pada tahap pertama dan kedua. Kita bisa lihat bagaimana banyak tokoh Indonesia membanggakan barat dan AS dan membela AS habis-habisan padahal nyata AS memerangi ummat muslim dan menjadikan Islam sebagai musuh dalam kebijakan-kebijakannya.

    Coba pikir baik-baik.



    Ketika penduduk AS sendiri sudah paham bahwa tidak ada perbedaan antara Obama dan Bush tentang keduanya maniak perang, ternyata tokoh muslim di Indonesia masih banyak yang membelanya bahkan menghormatinya.



    Ketika analis AS telah menyampaikan bahwa ‘War on Teror’ dan 911 adalah rekayasa AS untuk mendapatkan justifikasi menjajah bangsa lain, ternyata cendekiawan muslim di Indonesia malah membela AS dan menunjuk ummat satu agama dengan mereka sebagai teroris.



    Ketika dunia mengutuk kekejaman AS membantai lebih dari 1.000.000 rakyat sipil Irak dan mengutuk atas seluruh kekejama perang AS di Vietnam, Afghanistan dan lainnya, Indonesia malah memuji AS dan pemimpinnya mengatakan “I love US with all it faults, I’ll consider it my second country”.



    Jadi negara macam apa yang nggak punya jatidiri semacam ini?, Ummat macam apa yang ternyata lebih memilih aturan penjajah-nya daripada aturan Tuhan tempatnya kembali?



    I Do Love this Land of Indonesia, so that I’ll United it for sure Under Khilafah Islamiyyah!

    Felix Siauw

    Islamic Inspirator
    [www.al-khilafah.org]

0 komentar:

Posting Komentar